Banyak orang tak bisa mengelakkan
dirinya dari sifat iri dan dengki. Dengki kepada kawan yang baru naik jabatan,
dengki kepada tetangga yang punya mobil mewah, dengki kepada saudara yang
anaknya sarjana dan berpenghasilan tinggi dan lain sebagainya. Kedepan, abad
globalisasi dan keterbukaan semakin pula membuka 'kran hati' untuk saling
mendengki. Karena ukuran globalisasi identik dengan materi. Orang pun semakin
tak bisa mengendalikan hati. Lebih lanjut kita uraikan berikut ini.
Hakekat Dengki
Rasa dengki dan iri baru tumbuh
manakala orang lain menerima nikmat. Biasanya jika seseorang mendapatkan
nikmat, maka akan ada dua sikap pada manusia. Pertama, ia benci terhadap nikmat
yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap
inilah yang disebut hasud, dengki dan iri hati. Kedua, ia tidak menginginkan
nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan
nikmat semacam itu. Sikap kedua ini dinamakan ghibthah (keinginan). Yang
pertama itulah yang dilarang sedang yang kedua diperbolehkan.
Sebagian Kisah Al Qur'an tentang
Orang-orang yang Dengki
Dalam bahasa sarkasme, orang pendengki
adalah orang yang
senang melihat orang lain dilanda bencana, dan itu disebut
syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait dan berkelindan. Dari sini
kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain
bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah
menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya: "Bila kamu memperoleh
kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan
maka mereka girang karenanya." (Ali Imran : 120)
Dengki juga merupakan sikap orang-orang
ahli Kitab. Allah berfirman: "Kebanyakan orang-orang ahli Kitab
menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah
kamu beriman, disebabkan karena kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa
mereka." (Al Baqarah : 109)
Kedengkian saudara-saudara Yusuf kepada
dirinya mengakibatkan sebagian dari mereka ingin menghabisi nyawa saudaranya
sendiri, Yusuf 'Alaihis Salam. Allah mengisahkan dalam firmanNya:
"(Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara
kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal
kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah
dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu daerah
(yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah
itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." (Yusuf:8 - 9)
Terhadap orang-orang pendengki tersebut
Allah dengan keras mencela: "Apakah mereka dengki kepada manusia
lantaran karunia yang Allah berikan kepadanya?" (An Nisaa' : 54)
Sebab-sebab Dengki
Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul
kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di
antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antarteman sejawat, antar tetangga
dan orang-orang yang berde-katan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena
saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang
saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali.
Adapun orang yang mencintai akhirat,
yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat-malaikat, nabi-nabi dan
kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang
yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai bahkan
bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah
mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisiNya. Dan karena
itu, tidak ada kedengkian di antara mereka.
Kecintaan kepada dunia yang
mengakibatkan dengki antarsesama disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya
karena permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak
suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Diusahakanlah agar
jangan ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat nikmat,
hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu
tidak saja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa
terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu
berusaha menggoyang kekuasaan atasannya.
Sebab kedua adalah ta'azzuz
(merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia
takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa
mengungguli dirinya.
Sebab ketiga, takabbur atau sombong. Ia
memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti
perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak
mau tunduk kepadanya. Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang
kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang
seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya.
Kedengkian mereka itu dilukiskan Allah dalam firmanNya: "Dan mereka
berkata: Mengapa Al Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah
satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?" (Az Zukhruf : 31) Maksudnya,
orang-orang kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai saja
beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.
Sebab keempat, merasa ta'ajub dan heran
terhadap kehebatan dirinya. Hal ini sebagaimana yang biasa terjadi pada
umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul Allah. Mereka heran manusia
yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu
menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengki-nya dan berusaha
menghilangkan pangkat kenabian tersebut sehingga mereka berkata: "Adakah
Allah mengutus manusia sebagai rasul?" (Al-Mu'minun : 34). Allah
menjawab keheranan mereka dengan firmanNya: "Dan apakah kamu (tidak
percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan
perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan
kepadamu ?" (Al A'raaf : 63)
Sebab kelima, takut mendapat saingan.
Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau
mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia
inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia
tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau
dirinya tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi
antardua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau
sesama murid di hadapan gurunya, seorang alim dengan alim lainnya untuk
mendapatkan pengikut yang lebih banyak dari lainnya, dan sebagainya.
Sebab keenam, ambisi memimpin (hubbur
riyasah). Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang
pangkat/kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan
dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok
dunia ingin menandingi-nya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya
dan menginginkan lebih baik orang itu mati saja, atau paling tidak hilang
pengaruhnya.
Sebab ketujuh, kikir dalam hal kebaikan
terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan khabar pada-nya bahwa
si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa sedih jika
diberitakan, si fulan berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya. Orang
sema-cam ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang
lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu
tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir
dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela
Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak
terjadi.
Terapi Mengobati Dengki
Hasad atau dengki adalah penyakit hati
yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan
amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui bahwa hasad itu sangat
membaha-yakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia. Dan bahwa kedengkian itu
setitikpun tidak membahayakan orang yang didengki, baik dalam hal agama atau
dunia, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan
hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita. Bahkan
seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu lebih
baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati
yang berkepan-jangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika
kemudian siksa akhirat yang sangat pedih menanti?
Bahkan kemenangan itu ada pada orang
yang didengki, baik untuk agama maupun dunia. Dalam hal agama, orang itu
teraniaya oleh Anda, apalagi jika kedengkian itu tercermin dalam kata-kata,
umpatan, penyebaran rahasia, kejelekan dan lain sebagainya. Dan balasan itu
akan dijumpai di akhirat. Adapun kemenang-annya di dunia adalah musuhmu
bergembira karena kesedihan dan kedengkianmu itu.
Adapun amal yang bermanfaat yaitu
hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya,
jika dalam jiwa kita ada iri hati kepada seseorang, hendaknya kita berusaha
untuk memuji perbuatan baiknya, jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita
melawannya dengan rendah hati, jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan
nikmat pada orang lain maka hendaknya kita berdo'a agar nikmat itu ditambahkan.
Dan hendaknya kita teladani perilaku orang-orang salaf yang bila mendengar ada
orang iri padanya, maka mereka segera memberi hadiah kepada orang tersebut. Dan
sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin:
"Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab
jika dia penduduk Surga, maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia
sedangkan dia berjalan menuju Surga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana
aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke
Neraka."
0 komentar:
Posting Komentar